Keberuntungan Pemula

on 24 Mei, 2009

''Memang begitulah selalu,'' kata si orang tua. " Itu namanya hukum keberuntungan. Orang yang baru kali pertama main kartu hampir selalu menang. Keberuntungan pemula.''
''Kenapa begitu?''
''Sebab ada daya yang menghendaki engkau mewujudkan takdirmu; kau dibiarkan mencicipi sukses, untuk menambah semangatmu.''

(Sang Alkemis - Paulo Coelho )

SAYA tidak tahu apakah Sir Alex Ferguson sudah membaca novel yang judul aslinya O Alquimista itu atau belum ketika menurunkan Federico Macheda dalam pertandingan Manchester United (MU) versus Aston Villa, 5 April lalu. Saya juga tidak tahu apakah dia memercayai Hukum Keberuntungan atau tidak.
Yang jelas, melawan klub dari Birmingham itu, Sir Alex kehabisan stok striker. Wayne Rooney terkena sanksi larangan bermain setelah mendapat kartu merah pada pertandingan Liga Primer sebelumnya melawan Fulham. Dimitar Berbatov cedera. Hanya ada Carlos Tevez; dia pun dikhawatirkan kelelahan setelah membela Argentina dalam lanjutan Kualifikasi Piala Dunia zona Conmebol.
Sementara Tevez bermain, di bangku cadangan ada dua nama striker: Danny Welbeck dan Federico ''Kiko'' Macheda dari tim cadangan. Di antara mereka berdua, baru kali itulah si Kiko dipanggil. Dan si pemula itulah yang mengubah hasil pertandingan lewat gol cantiknya semenit sebelum laga bubar. MU menang dan pecinta sepak bola mengelu-elukan nama Kiko sebagai kartu keberuntungan Sir Alex.
Belum habis puja-puji itu, seminggu berikutnya Kiko bermain lagi melawan Sunderland pada menit ke-75. Belum ada semenit di lapangan, sentuhan defleksi kakinya dari tendangan Michael Carrick, dan itu sentuhan pertama, membuat bola meluncur ke sudut gawang. MU kembali menang karena gol itu. Saga mengenai keberuntungan kembali bergaung. Sampai-sampai Ricky Sbragia, pelatih Sunderland yang dikalahkan si anak 17 tahun itu bilang, ''Apa pun yang dia sentuh selalu berubah jadi emas.''
Mungkin Kiko, si anak Roma itu, memang awatara alias titisan Raja Midas. Atau, jangan-jangan itu hanya sebuah keberuntungan pemula seperti yang diucapkan Melkisedek, si Raja Salem kepada Santiago, bocah penggembala domba, pada novel Coelho itu.
Tapi Sir Alex seperti menafikan hal itu. ''Anak itu punya sesuatu yang spesial,'' ujarnya. Dia berpikir cepat selayaknya para pencetak gol lain. "Dia punya instink dan tak takut pada apa pun.''
Barangkali benar Sir Alex bukan orang yang percaya pada Hukum Keberuntungan meskipun dalam sepak bola kadang hal itu terjadi. Buktinya, pada pertandingan perempat final Liga Champion di Stadion Dragao melawan Porto, Kiko yang ada di bangku cadangan tidak dimainkan. MU tetap menang lewat gol Cristiano Ronaldo.
Dalam hidup, hitungan-hitungan rasional dan logis acap kali tak cukup. Kita masih sering berharap pada keberuntungan. Tentu saja, keberuntungan berbeda dengan ''untung-untungan'' yang nothing to loose . Keberuntungan adalah terminal terakhir dari pengharapan seseorang.
Ketika muncul banyak partai baru menjelang Pemilu (meskipun para pendirinya bukan orang baru di kancah politik), saya sering berpikir mereka hanya bersandar pada Hukum Keberuntungan. Syukur dapat suara bagus, kalau pun tidak, sudah beruntung ikut ramai-ramai berpartai dan berkampanye sekalian menghabiskan dana dari pemerintah atau donatur. Apakah Gerindra misalnya, benar-benar mengabaikan hukum itu mengingat pendirinya punya rekam jejak tak sedap? Apakah bukan keberuntungan pemula karena dalam perhitungan sementara, partai baru itu masuk 10 besar? Entahlah, tapi kita tahu, berapa duit keluar untuk pencitraan diri lewat iklan di televisi. Sama entahnya ketika lima tahun lalu Partai Demokrat yang pemula bisa melancarkan jalan pendirinya menjadi presiden. Apakah lima tahun lalu, SBY dinaungi keberuntungan pemula? Mungkin tak sesederhana itu.
Tapi siapa pun sekarang, ''pelama'' atau pemula, kalau ingin jadi presiden, carilah Raja Melkisedek. Tanyakan bagaimana Hukum Keberuntungan itu bekerja. Saya yang tak pernah sekali pun berjumpa dengannya, juga dalam mimpi, sangat yakin, lelaki yang dalam Alkitab konon pernah bertemu Abraham atau Ibrahim itu tak selalu mau menjawab. Sebab, dia hanya datang kepada orang yang dia pilih untuk diajari bagaimana mau mengejar takdirnya dan tak melulu bersandar pada Hukum Keberuntungan.
Kalau tak mungkin bertemu Melkisedek, belajar sajalah pada Santiago. Dia tak pernah berpikir soal keberuntungan, bahkan setelah dia tidur di dekat pohon sikamor pada sebuah puing gereja di Spanyol dan bermimpi soal harta karun di sebuah piramida di Mesir. Kita mungkin menertawakannya ketika dia mengejar impian itu dengan pergi menyeberang ke Afrika, berlarat-larat sebagai penjaga toko kristal, berada dalam karavan yang melintasi bentangan padang pasir, terjebak dalam perang antarsuku di gurun, dan saat sampai di piramida dia dirampok sembari ditertawakan. Salah seorang perampok itu mengatakan, ketika tidur di bawah piramida itu, dia bermimpi tentang harta karun di tempat dulu Santiago tidur.
''Tapi aku bukan orang tolol. Aku tidak mau menyeberangi bentangan padang pasir hanya gara-gara mengalami mimpi berulang."
Dan Santiago tahu, dia harus kembali ke pohon sikamor itu. Benarlah, di bawah akar-akarnya, ada sekotak besi berisi kepingan uang emas, batu mulia, dan topeng bertatahkan permata. Dan kita tahu, tanpa pergi ke piramida dengan segala perjuangan beratnya dan ditertawakan perampok, Santiago tak mungkin beroleh harta itu, dan kita tak bisa menyebut dirinya orang yang dinaungi keberuntungan.
Kalau Melkisedek atau Santiago sulit juga ditemui, tonton saja film Kungfu Panda . Tapi jangan terlalu banyak tertawa, nanti perut kita sakit dan kita lupa sesorah bahwa keberuntungan itu tak jatuh dari langit. (*)

LATAR, Suara Merdeka, 19 April 2009

0 komentar: