Gelaran fesyen malam itu bakal segera dimulai. Seorang lelaki tinggi besar, bercelana jins dan kemeja putih, dengan langkah mantap menuju deretan kursi di sayap kanan catwalk. Dia duduk pada barisan depan, bersandar tegak ke punggung kursi dengan sebelah kaki ditumpangkan ke paha, dan satu kancing atas kemejanya terbuka.
Dia bergeming. Mukanya yang berewokan tampak tenang. Seluruh tampilannya berkesan macho sekali.
Pada waktu yang lain, layar televisi menayangkan seorang perempuan yang sangat ceriwis ketika mengomentari penampilan para peserta di panggung. Bibirnya sesekali berkerinyut. Nada bicaranya kenes, agak manja, dan seperti sengaja dinyinyir-nyinyirkan. Gaun warna burgundy membalut tubuhnya yang terbilang resam. Segar dipandang. Juga anggun dan cantik penampilan dia. Hanya saja, kalau disimak dengan saksama, ada yang agak aneh pada warna suaranya. Bukan sopran, mezzo-sopran, bukan pula alto melainkan agak-agak bariton yang khas lelaki. Untungnya dia bukan penyanyi sehingga dia tak perlu diukur timbre alias warna suaranya.
Siapa kedua orang itu? Lelaki macho dan perempuan anggun-cantik itu orang yang sama. Namanya Ivan Gunawan, kadang-kadang disebut juga Madame Ivan atau Nona Igun. Kalau begitu, apa jenis kelamin dia sebenarnya: pria atau wanita? Atau, dia wanita tapi pria yang sering disebut waria? Mungkin yang terakhir juga bukan.
Seorang waria pernah ngedumel melihat gaya Ivan di televisi. Dia merasa risih sekali. ''Harga diri ike bukannya keangkat, eh malah kayak dilecehin,'' ujar dia.
Atau Ivan itu seorang transgender? Tunggu dulu. Kata psikolog Hastaning Sakti, tak gampang membuat penilaian mengenai transgender yang dalam istilah psikologi dimaknakan sebagai persepsi tentang identitas gender diri seseorang tak sama dengan gender biologisnya.
Niken Pratiwi (40), wanita karier berputra seorang anak lelaki 10 tahun, tentu tak peduli apakah Ivan Gunawan mengalami transgender atau tidak. Dia juga tak suka melihat tayangan Super Soulmate, Super Seleb Show, atau Super Twin di Indosiar di mana sang desainer tampil sebagai komentator dengan ''peran'' seorang perempuan yang kenes, anggun, dan sesekali centil. Tapi dia memikirkan atau lebih tepatnya mengkhawatirkan anak lelakinya.
''Anak saya laki-laki dan tahu kalau Ivan Gunawan itu laki-laki juga. Bagaimana kalau dia ikut-ikutan gaya Ivan?'' ujar Niken cemas, ''Yang jelas, tayangan itu tak pantas ditonton anak-anak. Hanya mengeksploitasi peran banci yang tidak mendidik, entah pemerannya banci beneran atau hanya akting.''
Kini Niken tak lagi khawatir karena anaknya juga tak suka menonton tayangan yang mengekploitasi Ivan dalam penampilan perempuan. Dia pernah menanyakan apakah anaknya suka melihat peran Ivan Gunawan di acara Super Soulmate atau Olga di acara Ceriwis. Jawaban sang anak sangat keras, ''Nggak suka. Itu tontonan orang-orang stres!''
Tapi bagaimana dengan orang tua lainnya? Tak sedikit yang mengkhawatirkan pengaruh buruknya, khususnya mereka yang punya anak laki-laki. Gatot (38), misalnya, yang punya anak berusia 8 tahun bernama Didit, khawatir sang anak akan punya persepsi mengenai seorang idola atau terkenal dengan jalan berperan jadi banci dalam tayangan televisi. ''Didit selalu terpingkal-pingkal kalau lihat aksi konyol Tora Sudiro yang jadi sinden gosip di Extravaganza. Dia tahu Tora itu laki-laki yang lagi berperan jadi perempuan. Apalagi walau berdandan wanita, tato Tora sering juga kelihatan. Yang saya cemaskan kalau Didit lihat Aming atau Edric saat berperan jadi perempuan. Atau juga Ivan di Indosiar. Saya lihat reaksi anak lelaki saya itu biasa, bahkan jarang bisa tertawa lihat aksi konyol mereka. Bagaimana kalau Didit beranggapan mereka itu banci beneran dan bisa terkenal kalau seseorang mau berperan jadi banci?'' ujar Gatot cemas.
Dia bergeming. Mukanya yang berewokan tampak tenang. Seluruh tampilannya berkesan macho sekali.
Pada waktu yang lain, layar televisi menayangkan seorang perempuan yang sangat ceriwis ketika mengomentari penampilan para peserta di panggung. Bibirnya sesekali berkerinyut. Nada bicaranya kenes, agak manja, dan seperti sengaja dinyinyir-nyinyirkan. Gaun warna burgundy membalut tubuhnya yang terbilang resam. Segar dipandang. Juga anggun dan cantik penampilan dia. Hanya saja, kalau disimak dengan saksama, ada yang agak aneh pada warna suaranya. Bukan sopran, mezzo-sopran, bukan pula alto melainkan agak-agak bariton yang khas lelaki. Untungnya dia bukan penyanyi sehingga dia tak perlu diukur timbre alias warna suaranya.
Siapa kedua orang itu? Lelaki macho dan perempuan anggun-cantik itu orang yang sama. Namanya Ivan Gunawan, kadang-kadang disebut juga Madame Ivan atau Nona Igun. Kalau begitu, apa jenis kelamin dia sebenarnya: pria atau wanita? Atau, dia wanita tapi pria yang sering disebut waria? Mungkin yang terakhir juga bukan.
Seorang waria pernah ngedumel melihat gaya Ivan di televisi. Dia merasa risih sekali. ''Harga diri ike bukannya keangkat, eh malah kayak dilecehin,'' ujar dia.
Atau Ivan itu seorang transgender? Tunggu dulu. Kata psikolog Hastaning Sakti, tak gampang membuat penilaian mengenai transgender yang dalam istilah psikologi dimaknakan sebagai persepsi tentang identitas gender diri seseorang tak sama dengan gender biologisnya.
Niken Pratiwi (40), wanita karier berputra seorang anak lelaki 10 tahun, tentu tak peduli apakah Ivan Gunawan mengalami transgender atau tidak. Dia juga tak suka melihat tayangan Super Soulmate, Super Seleb Show, atau Super Twin di Indosiar di mana sang desainer tampil sebagai komentator dengan ''peran'' seorang perempuan yang kenes, anggun, dan sesekali centil. Tapi dia memikirkan atau lebih tepatnya mengkhawatirkan anak lelakinya.
''Anak saya laki-laki dan tahu kalau Ivan Gunawan itu laki-laki juga. Bagaimana kalau dia ikut-ikutan gaya Ivan?'' ujar Niken cemas, ''Yang jelas, tayangan itu tak pantas ditonton anak-anak. Hanya mengeksploitasi peran banci yang tidak mendidik, entah pemerannya banci beneran atau hanya akting.''
Kini Niken tak lagi khawatir karena anaknya juga tak suka menonton tayangan yang mengekploitasi Ivan dalam penampilan perempuan. Dia pernah menanyakan apakah anaknya suka melihat peran Ivan Gunawan di acara Super Soulmate atau Olga di acara Ceriwis. Jawaban sang anak sangat keras, ''Nggak suka. Itu tontonan orang-orang stres!''
Tapi bagaimana dengan orang tua lainnya? Tak sedikit yang mengkhawatirkan pengaruh buruknya, khususnya mereka yang punya anak laki-laki. Gatot (38), misalnya, yang punya anak berusia 8 tahun bernama Didit, khawatir sang anak akan punya persepsi mengenai seorang idola atau terkenal dengan jalan berperan jadi banci dalam tayangan televisi. ''Didit selalu terpingkal-pingkal kalau lihat aksi konyol Tora Sudiro yang jadi sinden gosip di Extravaganza. Dia tahu Tora itu laki-laki yang lagi berperan jadi perempuan. Apalagi walau berdandan wanita, tato Tora sering juga kelihatan. Yang saya cemaskan kalau Didit lihat Aming atau Edric saat berperan jadi perempuan. Atau juga Ivan di Indosiar. Saya lihat reaksi anak lelaki saya itu biasa, bahkan jarang bisa tertawa lihat aksi konyol mereka. Bagaimana kalau Didit beranggapan mereka itu banci beneran dan bisa terkenal kalau seseorang mau berperan jadi banci?'' ujar Gatot cemas.
***
TENTU saja ada orang yang mengganggap tak perlu mengkhawatirkan kecenderungan lelaki feminin di televisi. Sebagian malah memuji akting Ivan.''Saya tonton Super Soulmate atau Super Twin untuk hiburan belaka. Kebetulan anak saya perempuan, jadi tak cemas terhadap tontonan semacam itu,'' ujar Ujiningsih (36).
Niko Fabian (35), ayah dua anak, malah sangat menyukainya. Dia tidak menganggap Ivan Gunawan, Olga, Aming, dan yang berperan serupa adalah orang-orang yang mengalami krisis identitas gender. ''Jika potensi mereka, yang kebetulan gaya feminin itu dieksploitasi sedemikian untuk mencari popularitas, kesuksesan, dan uang, apakah mereka harus disalahkan?'' bela Niko.
Ya, seorang aktor atau aktris atau katakanlah seorang penghibur memang harus mau berperan apa saja sesuai peranannya. Ekstremnya, seorang pembunuh dalam sebuah film tak mungkin berurusan dengan polisi di dunia nyata, kecuali kalau dia juga membunuh orang tidak di film. Begitu juga seorang aktor lelaki yang berperan sebagai perempuan, tidak lantas dia jadi perempuan dalam kehidupan sebenarnya. Ivan pun mengatakan seperti itu ketika dihubungi.
''Di luar pekerjaan gue sebagai komentator di sini (acara di Indosiar-Red), gue tetap berpakaian sebagai laki-laki. Apalagi kemarin baru pulang umroh, jadi gue laki-laki, kok,'' katanya
Benar, kalau Anda pernah melihat dia berbaju koko plus peci putih, tak mungkin Anda menyebut dia seorang perempuan. Tapi hampir setiap hari dari petang hingga tengah malam, sosok yang terlihat padanya adalah ''orang bergaun, beriasan, dan cantik''.
Benar, kalau Anda pernah melihat dia berbaju koko plus peci putih, tak mungkin Anda menyebut dia seorang perempuan. Tapi hampir setiap hari dari petang hingga tengah malam, sosok yang terlihat padanya adalah ''orang bergaun, beriasan, dan cantik''.
Tentu saja, Ivan punya pembelaan mengenai hal itu. ''Sebenarnya gaya busana dan riasan yang gue lakukan di sini sekadar sebagai tuntutan peran aja. Sekadar sebuah hiburan. Namanya dunia hiburan, kita harus bisa menciptakan sesuatu yang menarik supaya penonton tetap duduk di depan televisi menonton acara kita. Sebenarnya intinya kan cuma itu. Jadi gak ada sama sekali keinginan kita untuk membuat anak-anak menjadi bingung,'' ujarnya.
Apalagi, tambah Ivan, anak-anak sekarang pintar-pintar dalam menilai seseorang. ''Mereka tahu kalau yang dilakukan Ivan di Indosiar ini hanya sekadar peran.''Olga Syahputra yang tampil jadi perempuan dalam Dangdut Mania Dadakan TPI pun menolak disebut dirinya bukan laki-laki. Apalagi riasan mukanya supermenor dan lebih mirip badut cantik.''Mana ada sih wanita yang mukanya hancur begitu? Penonton pasti sudah tahu bahwa itu memang untuk kepentingan hiburan semata. Mereka tahu kok kalau gue laki-laki. Hanya selama di panggung aja, atas tuntutan cerita gue dandan jadi perempuan. Di banyak acara gue tetap berdandan sebagaimana seorang laki-laki. Celana jins, kemeja, kadang pakai rantai di celana. Itu kan lelaki, bukan perempuan. Jadi sekali lagi itu cuma kebutuhan peran dan hiburan semata,'' ujar Olga.
Ya, itu hanya kebutuhan peran yang oleh pengelola televisi diyakini sebagai pendongkrak rating.''Semua akting Ivan, Ruben Onsu, juga Eko Patrio pada acara-acara di Indosiar semata-mata dirancang sebagai hiburan semata yang semarak, meriah, dan enak ditonton,'' tandas Gufron, humas Indosiar ketika dihubungi.
Meski hanya hiburan, secara psikologis, kata psikolog Hastaning, tontonan seperti itu bersifat abnormal dan sangat tidak mendidik. Keabnormalan itu terlihat pada peran Ivan yang tidak jelas. Di situ, dia tak semata lelaki feminin tapi seorang wanita meskipun secara gender, dia lelaki. Apalagi, bukan untuk menghakimi Ivan sebagai pribadi, apa yang dia tampilkan memperlihatkan kecenderungan ulang-alik jenis kelamin. Suatu kali dia tampil sebagai lelaki macho plus rambut cepak dan berewok. Kali lain dia sangat anggun dalam balutan gaun. Yang tak termungkiri, dia seorang idola. Orang seperti dia tentu banyak yang ingin mengimitasinya. Itulah mengapa banyak orang tua mencemaskan kecenderungan tersebut. Bagaimana jika anak lelaki Anda mendadak ingin memakai rok sepanjang hari hanya karena sering melihat di televisi banyak laki-laki jadi sukses setelah jadi ''perempuan''?
Peliput: Tresnawati, Kartika Runiasari (Jakarta), Sarby (Semarang)
Peliput: Tresnawati, Kartika Runiasari (Jakarta), Sarby (Semarang)
3 komentar:
tes tes
tes
Abang abang...udah terang nih bang...
Posting Komentar