Futsal = Sehat + Teman

on 22 Juni, 2008



Oleh Saroni Asikin

ANAK muda berkaus AC Milan itu berteriak meminta rekannya mengirim umpan. Dia berada pada sisi kiri pertahanan lawan. Begitu beroleh bola, kencang dia menendang. Bola itu membentur gawang dan kembali jadi rebutan para pemain di lapangan. Sial. Si penendang mengumpat kesal sambil memegang kepalanya. Gerakan itu membuat rambutnya menghamburkan percik-percik keringat.
Tapi dia tak boleh berlama-lama menyesali kesialan itu. Sebab, dia tahu, dalam permainan futsal, dalam lapangan yang sempit, dia tak bisa berleha-leha menanti bola datang. Kalau ingin mendapat bola, dia mesti memburu dan berebutan dengan yang lain. Seperti para pemain lainnya, dia mesti terus bergerak. Wajar saja, tubuh jadi kuyup oleh keringat.
''Siapa bilang futsal tidak melelahkan seperti sepak bola? Lebih melelahkan malah,'' ujar Risam (23) sembari menyeka keringat yang berleleran di dahi dan pipinya, ''Dulu saya sering bermain sepak bola. Jadi bek. Kalau teman-teman sedang menyerang, saya bisa santai menunggu bola datang. Kalau main futsal, mana bisa?''
Sore yang gerah itu, mahasiswa Unika Soegijapranata Semarang itu baru saja menyelesaikan satu sesi latihan bersama teman seklub di The Stadium Futsal Center, Jl Raden Patah 81 Semarang. Klub mereka bernama M7, nama yang sama dengan event organizer tempat mereka bekerja. Selain berlatih, M7 juga aktif ikut turnamen. Meskipun baru sekali menjadi perempat finalis pada sebuah kejuaraan futsal, kebanggaan tersemat dalam hati setiap anggotanya.
Tak hanya mereka, beberapa tahun berselang, di kota-kota besar banyak orang sekantor yang membentuk klub futsal. Bak cendawan di musim hujan, futsal merambah tak melulu pada kota-kota yang selama ini selalu jadi pemantik tren apa saja seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, atau Surabaya, tapi juga di banyak tempat lain. Sebut saja Semarang, Lampung, atau Palembang. Walhasil, orang pun menyebut futsal sebagai gaya hidup, khususnya masyarakat perkotaan.
Ini fenomena yang menarik. Ketika menciptakan futsal di Montevideo, Uruguay pada tahun 1930, Juan Carlos Ceriani barangkali ingin agar sepak bola tak harus hanya dimainkan di luar ruangan tapi bisa juga di dalam ruangan. Lihat saja namanya, futsal berasal dari bahasa Spanyol futbol (sepak bola) dan sala (ruangan) (ada yang menyebutnya dari bahasa Portugis futebol de salao). Yang pasti, semangatnya adalah olahraga. Dan ketika olahraga itu berkembang menjadi sebuah gaya hidup, pasti ada banyak segi yang menarik.


***

BISA jadi, sifat ''sangat mirip''-nya futsal dengan sepak bola bisa disebut daya tarik kegemaran orang berfutsal. Siapa yang mau membantah bahwa sepak bola adalah olahraga paling digemari dan populer di bumi ini? Siapa yang sekarang tak mengenal nama Cristiano Ronaldo, Kaka, atau David Beckham? Atau yang lagi dinaungi bintang kemuraman macam Ronaldinho?
''Sejak kecil saya suka sepak bola dan menjadi pemain meskipun amatiran. Tapi kini tak kesampaian karena rutinitas kerja dan kuliah. Futsal setidaknya jadi penyaluran hobi bermain bola,'' kata Risam.
Alex (21), teman Risam yang jadi kapten M7, berpendapat serupa. ''Inginnya sih main di lapangan yang besar. Sayang itu tak kesampaian, jadi tak ada sepak bola, futsal pun jadilah,'' ujarnya sembari tertawa.
Penyaluran hobi yang terbentur usia juga jadi alasan seseorang bermain futsal. ''Untuk orang seusia saya, mana kuat main sepak bola? Belum lagi kalau pas main di bawah matahari atau hujan, wah ngundang penyakit itu,'' ujar Sudibyo (34), karyawan Genuk Jaya Marine, Semarang, ''Lagian karyawan seperti saya, sulit cari waktu berolahraga. Jadi, seminggu sekali saya berlatih futsal bersama kawan-kawan. Cari keringatlah.''Tak seperti Risam atau Alex, sore itu Sudibyo tidak bersama teman-teman satu kantor. ''Tapi bisa dibilang, mereka teman satu bidang pekerjaan. Futsal membuat kami semakin akrab. Lebih-lebih lagi, kami bisa saling tukar informasi yang menguntungkan untuk pekerjaan kami masing-masing.''
Yang tak bisa dimungkiri adalah manfaat berfutsal bagi kehidupan mereka sehari-hari, khususnya dalam pekerjaan. Secara tak langsung, futsal membuat mereka bergairah dalam bekerja.''Futsal membuat tubuh jadi bugar dan membuat saya bergairah dalam bekerja,'' tandas Alex.
Risam menyambung, ''Jangan lupa manfaat futsal bagi kerja tim kami di kantor. Futsal itu permainan tim. Secara tak sadar, spirit kerja tim kami terbentuk.''

***

MENCARI keringat, pertemanan, dan relasi. Nah, itu rupanya yang menjadi daya tarik mengapa orang gemar berfutsal. Rionaldo Chandra, general manager The Stadium Futsal Center, membenarkan hal itu. ''Yang datang ke sini tak cuma ingin main futsal. Selain ingin cari keringat, mereka juga bisa bersantai, ngobrol-ngobrol dengan kolega, juga menjalin relasi. Banyak eksekutif yang malah membicarakan proyek sembari menunggu main futsal. Maka wajar saja futsal tak hanya bagian olahraga tapi juga gaya hidup.''Freddy Joewono, general manager Radja Futsal di Jl Majapahit 133, Semarang, bahkan menyebut futsal sebagai pemarkah atribut seseorang dalam hubungan sosial.
''Futsal itu gaya hidup. Bahkan ada yang ekstrem mengatakan, gak futsal itu gak gaul. Selebritis aja kini lebih suka main futsal ketimbang basket atau badminton.''
Bahkan tak melulu untuk menjalin relasi bisnis, Freddy menganggap futsal bisa jadi perekat bagi kawan yang lama tak saling bertemu. ''Futsal ini bisa jadi ajang reuni. Setelah saya buka tempat futsal, teman-teman SMA saya jadi bisa sering kumpul di sini. Mengasyikkan benar.''
Jelaslah, beragam benar alasan orang mau berebutan bola di dalam ruangan dalam bidang lapangan dengan panjang 25-42 m x lebar 15-25 m tersebut. Selain bisa berolahraga dalam suasana penuh keriangan, mereka juga bisa merengkuh banyak kawan, yang kalau dipanjangkan bisa berarti keuntungan secara material dalam bentuk kerja sama bisnis.
Selain itu, boleh saja ada sementara orang yang menganggap futsal sebagai olahraga ''pelarian'' lantaran olahraga itu hanyalah medium substitutif bagi orang-orang yang tak bisa bermain sepak bola. Risam, Alex, atau Sudibyo barangkali memang ''lari'' ke futsal karena tak kesampaian bermain sepak bola. Mereka juga tak pernah mengimpikan menjadi seperti Pele, Romario, Ronaldo, atau Ronaldinho, orang-orang yang kemampuan teknik sepak bolanya terasah lewat futsal. Keriangan bermain saja sudah cukup buat mereka.
Yang jelas, kalau benar itu ''pelarian'', tak masalah juga toh tetap positif dan menguntungkan mereka. Tubuh yang sehat-bugar menjadikan kinerja mereka di kantor masing-masing jadi bagus. Belum lagi soal kesadaran kerja tim yang mereka peroleh dari bermain futsal itu bisa mereka aplikasikan dalam pekerjaan sehari-hari.Dan sebagai wahana mengasyikkan untuk berlobi bisnis, futsal (mungkin) punya kesempatan setara dengan golf, squash, atau boling. (*)

Ya Sosialisasi, Ya Bisnis

FENOMENA yang berkembang dalam masyarakat adalah lahan basah untuk berbisnis. Adagium seperti itu pasti disadari kalangan pebisnis. Maka ketika futsal yang kalau ditilik dari masa kelahirannya itu terlambat ''hadir'' di negeri kita bergerak menjadi gaya hidup, pusat-pusat futsal pun bermunculan di kota-kota besar. Di Semarang, sekadar contoh, ada The Stadium Futsal Center, Radja Futsal, dan Graha Futsal.
Mendulang uang dari tren yang berkembang? Tak semudah itu. Sebab, seorang pebisnis tak bisa asal-asalan membuka sebuah pusat futsal. Harus ada ''sesuatu'' yang membuat orang mau datang dan berlatih. ''Sesuatu'' itu, bagi Rionaldo Chandra dari The Stadium Fustasl Center, berupa lapangan berstandar FIFA, berumput sintetis, plus berbagai fasilitas pendukung.
''Waktu kuliah di Jakarta, saya melihat futsal telah sangat populer. Perkembangannya meluas ke Lampung, Palembang, dan Balikpapan. Kota-kota itu sudah punya futsal dengan fasilitas berstandar FIFA. Ketika balik ke Semarang, tak saya jumpai futsal dengan kualitas seperti itu,'' cerita lelaki yang akrab disapa Rio itu.
Bersama beberapa orang, dia memermak bekas gudang di Jl Raden Patah Semarang menjadi pusat futsal dengan lima lapangan berstandar FIFA dengan rumput sintetis seperti yang digunakan dua klub Eredivisie, yaitu PSV Eindhoven dan Ajax Amsterdam FC. Itu dilengkapi dengan fasilitas pendukung berupa kafe, shower air panas, meja biliar gratis, dan tempat parkir luas.
Fasilitas pendukung itu bagi Rio begitu penting karena dia tahu, sebagai bagian dari gaya hidup, orang datang ke tempat futsal tak melulu karena ingin bermain. ''Adakalanya orang datang hanya untuk bersantai dan bertemu kolega atau relasi bisnis. Nantinya tempat kami akan mengembangkan konsep sportainment. Dalam waktu dekat akan kami buka warnet dan game center, juga lapangan basket outdoor.''
Kejelian pengelola The Stadium Futsal Center itu bisa dibilang berhasil. Selama sekitar lima bulan sejak dibuka Januari lalu, animo pefutsal cukup banyak ke tempat tersebut. ''Yang jadi member lebih dari 40 tim. Kalau sama yang insidental, 80-100 tim tiap bulannya.''
Tempat futsal lain seperti Radja Futsal yang memiliki tiga lapangan (dua di antaranya berumput sintetis) pun begitu mementingkan fasilitas sebagai daya tarik pefutsal, antara lain shower dan kamar ganti sebagai. Tanpa memerinci jumlah tim yang main setiap bulannya, Freddy Joewono, GM tempat futsal itu mengatakan animo pefutsal di tempatnya sangat bagus. ''Dari anak-anak hingga kalangan eksekutif,'' ujarnya.
Jadi benar-benar lahan bisnis yang menjanjikan, bukan? Meski begitu, Rio menampik kalau tempatnya hanya memburu keuntungan bisnis. ''Awalnya memang bermotif bisnis. Tapi lalu kami juga terdorong untuk menyosialisasikan olahraga ini. Jadi, selain bisnis, ada nilai edukatifnya.''
Edukasi itu berupa program sekolah futsal untuk U-12 (di bawah 12 tahun) dan U-16 (di bawah 16 tahun). Rio optimistis, lewat sekolah futsal itu akan lahir para pefutsal andal. Dengan alasan serupa, Radja Futsal pun segera membuka sekolah futsal. ''Saya yakin sekali, suatu hari orang bisa hidup dari futsal seperti halnya para pemain sepak bola profesional,'' ujar Freddy.
Meski begitu, sampai kapan futsal bisa bertahan sebagai gaya hidup? ''Selagi sepak bola masih digemari orang, futsal tak bakal mati,'' tandas Rio. (Saroni Asikin)

Foto: Maulana M Fahmi
SELASAR (Suara Merdeka, 1 Juni 2008)

0 komentar: